Suasana Indofest yang digelar di Australia, Minggu (1/4/2012).
ADELAIDE, KOMPAS.com- Indonesia merupakan pasar potensial bagi usaha kecil dan menengah Australia, terutama dari negara bagian South Australia. Pesan itu disampaikan oleh Nathan H Gray di depan sekitar 60 kalangan bisnis di Adelaide, Jumat (30/3) malam.
Nathan H Gray adalah ketua Dewan Bisnis Australia Indonesia (AIBC) dan sekaligus pemilik lembaga konsultan bisnis Asia Australis.
Pertemuan hari Jumat malam merupakan bagian dari Indofest, dan dihadiri juga oleh Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia di Sydney, M Nasirudin Latif dan beberapa pejabat dari KJRI di Sydney.
AIBC adalah sebuah lembaga non profit yang berusaha mempromosikan dan memfasilitasi perdangan antara Indonesia dan Australia.
Sementara itu Dutabesar Indonesia untuk Australia Primo Aloe Julianto mengatakan, yang perlu ditingkatkan dalam hubungan Australia-Indonesia saat ini adalah hubungan perdagangan dan hubungan antarmasyarakat. "Hubungan antar pemerintah tidak ada masalah. Hubungan perdagangan bisa ditingkatkan. Nilai hubungan dagang kita hanya 10 miliar dolar, sementara Australia dan Thailand mencapai 17 miliar dolar," kata Dubes Primo kepada koresponden Kompas di Australia, L. Sastra Wijaya, di sela Indofest hari Minggu (1/4/2012) di Adelaide.
Menurut Nathan, selama ini, minat bisnis Australia bila hendak ekspansi ke luar negeri adalah ke China. "Namun Indonesia sekarang juga menjanjikan banyak peluang bisnis. Indonesia adalah pengekspor batubara terbesar di dunia. Jadi Indonesia mengalami booming di bidang pertambangan. Hal yang sama juga terjadi di sini dan di South Australia, kita sekarang mulai merasakan manfaatnya," kata Nathan.
Menurut dia, semua jenis industri berpeluang untuk masuk ke Indonesia, terutama industri kecil dan menengah Australia. "South Australia memiliki keuntungan strategis, karena ada jalur kereta api ke Darwin, dan kemudian ke Indonesia." kata Nathan lagi.
Nathan kemudian mengungkapkan beberapa perusahaan Australia yang sudah sukses mengembangkan bisnisnya di Indonesia. "Tepung dan gandum dieskpor oleh Viterra, perusahaan pasta San Remo sudah memasuki pasar di sana, jam Beerenberg, minuman jus Berri, dan Bickfords sudah luas tersedia di berbagai supermarket di Jakarta." kata Nathan.
Menurut Nathan, selama ini memang bagi masyarakat Australia, kabar dari Indonesia sering bernada negatif seperti terorisme, penganiayaan terhadap binatang, korupsi, kerusuhan, dan dulu Timor Timur. "Tetapi sekarang dalam prediksi ke depan, Indonesia akan menjadi salah satu contoh sukses. Haruskah kita menunggu sampai Indonesia betul-betul menjadi salah satu kekuatan utama di Asia, bahkan dunia?" ujar Nathan lagi.
Hal lain yang juga menguntungkan, menurut Nathan, adalah bahwa persepsi Australia di mata warga Indonesia sangatlah baik.
Menurut jajak Lowy Institut baru-baru ini, Australia berada di posisi keempat setelah Jepang, Singapura, dan Amerika Serikat. Australia dianggap lebih bersahabat dibandingkan China dan Malaysia.
ADELAIDE, KOMPAS.com- Indonesia merupakan pasar potensial bagi usaha kecil dan menengah Australia, terutama dari negara bagian South Australia. Pesan itu disampaikan oleh Nathan H Gray di depan sekitar 60 kalangan bisnis di Adelaide, Jumat (30/3) malam.
Nathan H Gray adalah ketua Dewan Bisnis Australia Indonesia (AIBC) dan sekaligus pemilik lembaga konsultan bisnis Asia Australis.
Pertemuan hari Jumat malam merupakan bagian dari Indofest, dan dihadiri juga oleh Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indonesia di Sydney, M Nasirudin Latif dan beberapa pejabat dari KJRI di Sydney.
AIBC adalah sebuah lembaga non profit yang berusaha mempromosikan dan memfasilitasi perdangan antara Indonesia dan Australia.
Sementara itu Dutabesar Indonesia untuk Australia Primo Aloe Julianto mengatakan, yang perlu ditingkatkan dalam hubungan Australia-Indonesia saat ini adalah hubungan perdagangan dan hubungan antarmasyarakat. "Hubungan antar pemerintah tidak ada masalah. Hubungan perdagangan bisa ditingkatkan. Nilai hubungan dagang kita hanya 10 miliar dolar, sementara Australia dan Thailand mencapai 17 miliar dolar," kata Dubes Primo kepada koresponden Kompas di Australia, L. Sastra Wijaya, di sela Indofest hari Minggu (1/4/2012) di Adelaide.
Menurut Nathan, selama ini, minat bisnis Australia bila hendak ekspansi ke luar negeri adalah ke China. "Namun Indonesia sekarang juga menjanjikan banyak peluang bisnis. Indonesia adalah pengekspor batubara terbesar di dunia. Jadi Indonesia mengalami booming di bidang pertambangan. Hal yang sama juga terjadi di sini dan di South Australia, kita sekarang mulai merasakan manfaatnya," kata Nathan.
Menurut dia, semua jenis industri berpeluang untuk masuk ke Indonesia, terutama industri kecil dan menengah Australia. "South Australia memiliki keuntungan strategis, karena ada jalur kereta api ke Darwin, dan kemudian ke Indonesia." kata Nathan lagi.
Nathan kemudian mengungkapkan beberapa perusahaan Australia yang sudah sukses mengembangkan bisnisnya di Indonesia. "Tepung dan gandum dieskpor oleh Viterra, perusahaan pasta San Remo sudah memasuki pasar di sana, jam Beerenberg, minuman jus Berri, dan Bickfords sudah luas tersedia di berbagai supermarket di Jakarta." kata Nathan.
Menurut Nathan, selama ini memang bagi masyarakat Australia, kabar dari Indonesia sering bernada negatif seperti terorisme, penganiayaan terhadap binatang, korupsi, kerusuhan, dan dulu Timor Timur. "Tetapi sekarang dalam prediksi ke depan, Indonesia akan menjadi salah satu contoh sukses. Haruskah kita menunggu sampai Indonesia betul-betul menjadi salah satu kekuatan utama di Asia, bahkan dunia?" ujar Nathan lagi.
Hal lain yang juga menguntungkan, menurut Nathan, adalah bahwa persepsi Australia di mata warga Indonesia sangatlah baik.
Menurut jajak Lowy Institut baru-baru ini, Australia berada di posisi keempat setelah Jepang, Singapura, dan Amerika Serikat. Australia dianggap lebih bersahabat dibandingkan China dan Malaysia.
0 komentar:
Posting Komentar